Kamis, 14 Agustus 2014

Nilai Sejati

0


Seorang pembicara terkenal memulai seminarnya dengan memegang uang $100 dalam ruang yang berisi 200 orang.

“Siapa yang mau uang $100 ini?” tanyanya kepada peserta seminar.

Semua tangan terangkat ke atas.

“Aku akan memberikan uang ini kepada salah seorang dari kalian, tapi biar aku beginikan dulu….,” katanya sambil membuat kusut uang itu.

Setelah uang itu benar-benar kusut, ia bertanya lagi, “Siapa yang masih menginginkan uang ini?”

Semua tangan mengacung ke atas.

“Nah…,” kata si pembicara, “bagaimana kalau aku beginikan?”

Ia menjatuhkan uang itu ke lantai lalu menggilas-gilas dengan sepatunya. Setelah uang itu benar-benar kusut dan kongtor, ia mengambilnya.

“Nah, sekarang siapa yang masih menghendaki uang ini?,” tanya si pembicara.

Tangan-tangan masih mengacung ke atas.

“Sahabat-sahabatku, kalian semua telah mempelajari sesuatu pelajaran penting. Apapun yang kulakukan terhadap uang ini, kalian masih menginginkannya, karena uang ini tidak berkurang nilainya. Ia masih tetap $100,” jelas si pembicara.

*****

Berulang kali dalam hidup ini, kita jatuh, kusut, dan tergilas dalam kotoran akibat keputusan yang kita ambil sendiri, atau keadaan yang menghalangi kita. Kita merasa seakan-akan tidak berharga lagi. Namun, apapun yang telah dan akan terjadi, kalian tidak pernah kehilangan nilai kalian.

Kotor… bersih… kusut… atau rapi, kalian masih tetap berharga di mata orang-orang yang mencintai kalian.

Kalian adalah istimewa… jangan lupakan itu.

Hitunglah berbagai nikmat yang telah kalian terima selama ini, jangan hanya hitung problem kalian.

Selasa, 12 Agustus 2014

Kehidupan Di Desa

0



Suatu hari seorang ayah dari keluarga yang sangat kaya membawa anaknya ke desa untuk menunjukkan kepadanya kehidupan orang-orang miskin. Mereka tinggal beberapa hari di rumah seorang petani miskin. Sekembalinya dari desa, sang ayah bertanya kepada anaknya, “Bagaimana menurutmu perjalanan kita ini?”

“Hebat, Ayah,” kata anaknya.

“Apakah kau melihat bagaimana orang-orang miskin itu hidup?”

“Ya.”

“Lalu pelajaran apa yang dapat kau ambil dari perjalanan itu?” tanya ayahnya dengan bangga.

“Aku baru sadar bahwa kita punya dua anjing sedangkan mereka punya empat. Kita punya kolam renang yang luasnya sampai tengah kebun, sedang mereka mempunyai sungai yang tak memiliki ujung. Kita mengimpor lentera untuk kebun kita, mereka memiliki bintang-bintang di malam hari. Teras kita sampai halaman depan, sedang mereka memiliki seluruh Horizon. Kita memiliki tanah tempat tinggal yang kecil, mereka memiliki halaman sejauh mata memandang. Kita mempunyai pembantu-pembantu yang melanyani kita, sedang mereka memberikan pelayanan kepada orang lain. Kita membeli makanan kita, mereka memetik sendiri makanan mereka. Kita memiliki pagar yang mengelilingi dan melindungi kekayaan kita, mereka memiliki teman yang melindungi mereka.”

Sampai disini, sang ayah tak bisa berkata apa-apa. Kemudian anaknya menambahkan, “Ayah, terimah kasih, engkau telah menunjukkan betapa miskinnya kita.”

***

Kita sering kali lupa pada segala yang kita meliki dan memusatkan perhatian hanya pada apa-apa yang tidak kita miliki.

Benda-benda yang tidak berniali di mata kita bisa jadi merupakan barang berharga di mata orang lain. Semua itu tergantung pada perspektif seseorang. Banyangkan apa yang terjadi bila kita semua mensyukuri karunia yang telah kita peroleh daripada merasa gelisah karena menghendaki lebih banyak.

Nikmatilah segala yang telah kau miliki, perhatikan kekayaan (nilai) yang terkandung di dalamnya.

Senin, 11 Agustus 2014

Orang Paling Kaya

0



Seorang tuan tanah kaya bernama Carl sering mengendarai kuda mengelilingi perkebunannya yang amat luas dan mengagumi dirinya sendiri atas kekayaannya yang luar biasa.

Suatu hari ketika sedang mengendarai kuda kesanyangannya ia bertemu Hans, petani tua penyewa tanahnya yang sedang duduk di bawah pohon.

“Sedang apa kau?” tanya Carl.

“Aku sedang bersyukur kepada Tuhan atas makanan yang diberikan-Nya kepadaku,” jawab Hans.

“Kalau hanya makanan seperti itu, aku tak perlu harus bersyukur kepada Tuhan,” sanggah Carl.

“Tuhan telah memberiku semua yang kubutuhkan, dan aku merasa bersyukur.” Petani itu kemudian menambahkan, “Aneh sekali kau mampir kemari hari ini. Sebab, tadi malam aku bermimpi, ada suara yang memberitahuku bahwa nanti malam, orang paling kaya di lembah ini akan meninggal dunia. Aku tidak tahu maksud mimpi itu, tapi rasanya aku harus memberitahumu.”

Carl mendengus lalu berkata, “Semua mimpi itu bohong.” Kemudian ia mencoklang kudanya.

Ucapan Hans tadi terus menerus terniang di telinganya. “Orang paling kaya di lembah ini akan mati malam ini.” Jelas sekali bahwa orang paling kaya di lembah ini adalah dia. Malam itu ia mengundang dokter pribadinya, dan menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh Hans.

Setelah meneliti benar-benar kesehatannya, dokter berkata kepada tuan tanah yang kaya itu, “Pak Carl, Anda sekuat dan sesehat seekor kuda. Tak ada alasan bagimu untuk mati malam ini.”

Meskipun demikian, untuk meyakinkannya, dokter itu tetap tinggal di rumahnya sepanjang malam sambil bermain kartu. Keesokan harinya Carl minta maaf kepada dokter atas kekhawatirannya pada mimpi petani tua itu. Dokter pun kemudian meninggalkan rumahnya.

Kira-kira jam 09:00, seorang pesuruh datang ke rumah Carl. “Ada berita apa?” tanya Carl.

“Ini tentang pak tua Hans,” kata orang itu. “Ia meninggal dunia dalam tidurnya tadi malam.”

Jumat, 08 Agustus 2014

Ini Adalah Sesuatu Yang Baik

0


Sehubungan dengan usah untuk memelihara sikap yang baik dalam keadaan sulit, aku pernah mendengar cerita tentang seorang raja di Afrika yang memiliki seorang sahabat karib sejak masa kecilnya. Sahabat raja ini mempunyai kebiasaan untuk mengucapkan, “Ini adalah sesuatu yang baik” atas semua peristiwa yang terjadi, baik maupun buruk.

Suatu hari, raja dan sahabatnya ini keluar untuk berburu. Seperti biasa, sahabatnya menyiapkan senjata dan mengisi amunisi. Kali ini, temannya melakukan kesalahan dalam menyiapkan amunisi sehingga sang raja secara tidak sengaja menembak ibu jarinya sendiri (karena mengira senjata itu tidak berpeluru). Ibu jari raja terluka parah.

Sahabatnya segera mengamati keadaan ibu jari raja, kemudian berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.” Raja menyanggah, “Tidak . . . tidak . . . ini bukan sesuatu yang baik!” Lalu ia memenjarakan sahabatnya.

Setahun kemudian, sang raja pergi berburu. Ia memasuki suatu daerah yang seharusnya ia jauhi. Sekelompok kanibal (pemangsa manusia) menangkap dan membawanya ke desa mereka. Mereka mengikat tangannya, menyiapkan kayu bakar, memancangkan tiang dan mengikat raja di tiang itu. Ketika hendak membakar kayu, mereka melihat ibu jari raja tidak utuh. Karena kepercayaan mereka terhadap takhayul, bahwa tidak boleh memakan seseorang yang tidak utuh. Mereka lalu melepaskan ikatan raja dan membiarkannya pergi.

Sesampainya di kerajaan, sang raja teringat akan kejadian yang membuatnya kehilangan ibu jari. Ia merasa sangat menyesal atas perlakuannya terhadap sahabatnya. Ia lalu bergegas ke penjara menemui temannya.

“Engkau benar,” katanya, “Ibu jariku tertembak adalah sesuatu yang baik.”

Ia lalu menceritakan kejadian yang belum lama dialaminya.

“Aku menyesal sekali telah memenjarakanmu sangat lama. Sungguh perbuatanku ini sangat buruk,” kata raja penuh penyesalan.

“Tidak,” kata temannya, “Itu adalah sesuatu yang baik!”

“Apa maksudmu?!? Bagaimana mungkin itu adalah sesuatu yang baik sedang aku memenjarakan sahabatku sendiri selama setahun?!?,” kata raja keheranan.

“Kalau aku tidak berada dalam penjara, aku pasti saat itu akan bersamamu . . . dan dimakan oleh para pemangsa manusia itu!” kata temannya.

Kamis, 07 Agustus 2014

Siapa Tahu Nasib Seseorang?

0



Konon dahulu kala, ada seorang petani yang memiliki seorang anak dan seekor kuda. Suatu hari, kuda petani itu lepas entah kemana. Para tetangganya menghibur agar si petani tidak bersedih tentang kudanya yang lepas tersebut. Mereka berkata, “Alangkah malang nasibmu wahai petani, kudamu satu-satunya telah lepas entah kemana!”

Si petani menjawab, “Siapa dapat mengetahui nasib seseorang, malang atau mujur.”

“Tentu saja itu adalah nasibmu yang malang,” kata para tetangganya.

Seminggu kemudian, kuda petani itu tiba-tiba saja pulang dengan sendirinya dan diikuti 20 ekor kuda liar. Para tentangganya datang untuk memberi selamat, “Alangkah mujur nasibmu, kudamu telah pulang, bahkan membawa 20 ekor kuda lain.”

Si petani berkata, “Siapa dapat mengetahui nasib seseorang, malang atau mujur.”

Hari berikutnya, anak si petani menunggang salah satu kuda liat tersebut. Ia terjatuh dari kuda dan patah kakinya.

Para tetangga datang menghibur. Mereka berkata “Alangkah malang nasibmu.”

Petani itu berkata, “Siapa dapat mengetahui nasib seseorang, malang atau mujur.”

Sebagian dari tetangga mulai jengkel lalu mereka berkata, “Tentu saja itu suatu kemalangan, dasar orang tua bodoh!!!”

Seminggu kemudian, sepasukan tentara datang ke desa itu, mendaftar semua pemuda yang layak untuk diterjunkan dalam medang perang yang letaknya sangat jauh dari desa itu. Anak si petani yang patah kakinya tidak terdaftar. Pata tetangga datang untuk mengucapkan selamat, “Alangkah mujurnya nasib anakmu. Ia tidak masuk daftar wajib militer.”

Si petani berkata, “Siapa dapat mengetahui kemujuran seseorang?!”

***

Kita habiskan umur untuk memikirkan semuanya. “Ini baik . . . . itu buruk . . . .” Sebenarnya perbuatan itu sia-sia. Kita memberi label bahwa suatu kejadian adalah malapetaka, padahal kita hanya melihat satu persen dari kejadian seutuhnya.


Rabu, 06 Agustus 2014

Apa Yang Akan Ditanyakan Tuhan

0



Tuhan tidak akan bertanya jenis mobil yang kau kendarai, tapi akan bertanya berapa banyak orang miskin yang kau beri tumpangan.

Tuhan tidak akan bertanya berapa m2 luas rumahku, tapi akan bertanya berapa banyak orang yang kau muliakan di dalamnya.

Tuhan tidak akan bertanya tentang pakaian-pakaian indah yang ada dalam lemarimu, tapi akan bertanya berapa banyak pakaian-pakaian itu telah membantu orang yang membutuhkan.

Tuhan tidak akan bertanya apa jabatanmu, tapi akan bertanya apakah kau melakukan pekerjaanmu dengan baik sesuai kemampuanmu.

Tuhan tidak akan bertanya apa yang kau lakukan untuk dirimu sendiri, tapi akan bertanya apa yang kau lakukan untuk sesama.

Tuhan tidak akan bertanya tentang banyaknya teman yang kau miliki, tapi akan bertanya tentang berapa banyak orang yang menganggapmu teman sejati.

Tuhan tidak akan bertanya tentang yang kau lakukan untuk melindungi hak-hakmu, tapi akan bertanya tentang yang kau lakukan untuk melindungi hak-hak orang lain.

Tuhan tidak akan bertanya di lingkungan mana kau tinggal, tapi akan bertanya tentang perlakuanmu terhadap tetangga di lingkunganmu.

Tuhan tidak akan bertanya tentang warna kulitmu tapi akan bertanya tentang budi pekertimu.

Aku Bersyukur Atas . . .

0

Aku bersyukur:

Atas suami/istriku yang selalu menguasai selimut setiap malam, sebab itu ia tidak berada di luar bersama orang lain.

Atas anak remajaku yang tidak mau mencuci piring kotor tapi malah melihat TV, sebab itu berarti ia di rumah, tidak di jalanan.

Atas pajak yang kubayar, sebab itu berarti aku punya pekerjaan, tidak menganggur.

Atas barang-barang yang kotor dan berantakan setelah pertemuan, sebab itu berarti aku baru saja dikelilingi oleh teman-teman dan orang yang kucintai.

Atas pakaian yang agak sempit, sebab itu berarti aku punya cukup makanan.

Atas bayangan yang menyaksikanku pergi kerja, sebab itu berarti aku bisa menikmati cahaya matahari.

Atas rumput yang harus dipangkas, jendela yang harus dibersihkan, dan talang yang harus diperbaiki, sebab itu berarti aku punya rumah.

Atas semua protes kepada pemerintah, sebab itu berarti kita punya kebebasan mengutarakan pendapat.

Atas tempat parkir yang jauh, sebab itu aku mampu berjalan kaki, dan memiliki kendaraan.

Atas tagihan pemanas rumah yang tinggi, sebab itu berarti aku menikmati kehangatan rumah.

Atas tumpukan pakaian kotor yang harus dicuci dan disetrika, sebab itu berarti aku bisa bekerja keras.

Atas keterlambatanku bangun tidur karena alarm tidak bekerja, sebab itu berarti aku masih hidup.