Jumat, 28 Oktober 2016

Berburu Sang Singa (Part 1)

0

Aku baru saja hidup di dunia ini. Lantas akan sah-sah saja apabila aku tidak mengetahui apapun tentang dunia ini. Jadi, apakah kalian setuju jika aku mengatakan bahwa itu adalah tugas dari orang-orang yang sudah hidup terlebih dahulu sebelumku. Bukankah itu tampak logis dan sederhana? Contohnya saja seperti tahun ajaran baru dimulai. Para siswa baru dibimbing oleh guru dan senior mereka. Bukankah itu sudah menjadi hal yang umum, memperkenalkan lingkungan sekitar kepada yang awam.

Jadi sebenarnya, apa yang akan kita bicarakan disini? Tenang saja, ini bukanlah sesuatu yang sulit dipahami. Tanpa sadar kalian akan terus membacanya dan mengerti apa maksudku.

~

Kau tahu… sebenarnya, sangat susah bagiku untuk menemukan sebuah ide. Tapi, terkadang itu mungkin juga tidak tepat. Masalahnya, ketika aku mendapatkan sebuah ide, aku tidak sedang membawa peralatan memahat. Dan sebaliknya, ketika aku persiapkan semua peralatannya ia segera pamit dari pikiranku.

Lalu setelah sekian lama aku mencari siasat agar dapat menjebaknya didalam pikiranku, terciptalah jebakan mematikan yang tak mungkin akan gagal seperti sebelum-sebelumnya. Mengingat bahwa seluruh jebakan di masa lalu selalu gagal.

Kali ini aku sangat yakin karna aku membuatnya sendiri. Mungkin itu yang membuatku sangat pede, pasalnya semua jebakan sebelumnya aku dapat dari pemburu lain. Sebenarnya, aku tak berniat menjelek-jelekkan mereka, tetapi siasat yang mereka katakan sangat tak berpengaruh terhadap ideku yang liar, ganas, dan pelupa.

Pada saat itu aku sudah frustasi karna gagal dan gagal. Tetapi tanpa disangka-sangka ia berada didepanku! Tapi dari kejauhan (:v). Aku telah kehilangan saraf terkejut karna mungkin telah habis sebelum-sebelumnya. Jadi ketika aku tahu dia ada dalam jangkauan pandanganku, aku tak menghiraukannya. Aku menelentangkan kaki ku dan menyandarkan bahuku pada kursi panjang di taman kota. Agaknya mungkin udara luar dan warna hijau dapat membuatku segar kembali. Sambil menutup mata dan menikmati angin semilir yang menerpa tubuhku, aku merasakan sesuatu yang lain.

Lama kelamaan terasa angin yang berhembus semakin panas. Pada tahap ini aku masih membiarkannya. Tapi kemudian aroma semerbak duren memenuhi rongga hidungku. Aku benar-benar terganggu dengannya. Padahal tidak ada penjual duren disini, berasal dari mana baunya?

Lekas ku buka mata. Ia sudah berada tepat didepan wajahku. Giginya yang tajam, matanya yang haus darah, dengan rambut tebal menyelimuti kepalanya. Ini lah singa liar, ganas, dan pelupa yang selalu ingin ku tangkap. Sekarang ia menangkapku.

~

Sejenak terlintas dalan benakku. Mungkin ini akhirnya, jadi sampai disini saja kekuatanku. Walaupun singkat ini sangat menyenangkan. Aku sudah tidak dapat berkutik, rahangnya yang besar benar-benar siap menerkamku. Dan tiba-tiba, aku merasa mual. Nafasnya yang penuh dengan bau durian membuatku sakit kepala. Entah mengapa hal ini membuatku berhenti menyerah. Merasakan nafas bau ini lebih menyakitkan dari apapun.

Salah satu cara awal  agar ide itu takluk padamu adalah, kau harus dapat menyentuh kepalanya dengan tanganmu. Dengan begitu akan tercipta tanda bahwa kau bukanlah musuhnya. Mata ganasnya masih saja menatapku, dan tak lupa bau ini pun telah memenuhi seluruh tubuhku. Tak lama lagi aku akan pingsan. Dengan reflek, tanganku mencoba menutup hidung dan dengan bersamaan pula singa itu mengangkat kepalanya lebih dekat dengan wajahku. Dan tanpa sengaja aku menaklukkannya. Tamat.

Lalu, apa selanjutnya…?

~

Apartemen dengan konsep 2LDK, adalah tempatku bersemayam. Tak begitu besar dan tak terlalu kecil. Aku merasa nyaman disini. Terlebih sangat mudah membersihkan rumah seperti ini dari pada rumah sungguhan.

Dua buah kamar tersedia. Satu kamarku sendiri dan yang lain kamar untuk tamu. Terkadang keluargaku juga berkunjung jadi aku mempersiapkan untuk mereka. sebuah pantry mini dengan warna perak terlihat jelas ketika memasuki apartemen. Penataan ruangan yang tidak biasa di negaraku berasal, membuatku senang karna tak melihat sesuatu yang sama terus menerus. Dan juga sebuah kamar mandi dengan bak berendam nya. Dari dulu aku selalu memimpikan untuk berendam air panas setelah melewati kepenatan dalam keseharian. Dan akhirnya ini terwujud. Dan satu lagi, sebuah ruangan serbaguna. Atau juga bisa di sebut ruang tamu, mungkin. Disini aku banyak menghabiskan waktu untuk merancang rencana dalam menangkap singa liar itu. Dan sekarang ia tepat berhadapan denganku.

Kepalanya yang amat besar menutupi almari tempat buku dan perabotan rumah biasa aku lihat dari sini. Pandangannya masih saja tanpa ampun. Hawa panas menyerbakkan kabut yang berasal dari teh, menghiasi wajahnya. Entah harus takut atau tertawa. Melihat singa ganas mampir ke rumahku dengan tatapan yang mengerikan, sambil memegangi segelas teh panas. Aku tak dapat lagi berkata-kata.

Tangannya yang super besar juga sangat aneh ketika memegangi gelas teh. Dan terakhir yang begitu aneh, mengapa ia dapat bersikap seperti manusia. Masalahnya ia sekarang duduk sebagaimana manusia duduk. Dan tadi ia juga berjalan layaknya manusia. Disepanjang jalan banyak yang melihatku dengan tatapan sinis.

Bagaimana tidak, seekor singa besar berjalan mengekor dibelakangku dengan gaya manusia. Tapi anehnya mereka tidak takut ataupun histeris melihatnya. Mungkin mereka kira ini hanya sebuah kostum. Ya, itu suatu keuntungan bila mereka berfikir demikian. Aku tak tahu lagi jika ia tak berjalan seperti manusia, aku mungkin telah ditangkap oleh pihak berwajib atas tuduhan menyebarkan ketakutan kepada masyarakat dengan membawa seekor binatang buas.

Ia masih menatapku. Tapi sekarang dengan menyeruput teh nya. Ssrrrppp… suaranya sangat terdengar dengan jelas. Ditambah lagi dengan kesunyian ini. Sejak kejadian di taman tadi, aku belum mengucapkan sepatah kata apapun padanya atau pada orang lain. Sepertinya tubuhku sendiri masih tak percaya karna masih bisa hidup didepan seekor singa.

Aku berfikir keras bagaimana memecahkan suasana yang sunyi ini. Keringatku bercucuran karna tak kuasa menahan beratnya atmosfir rumahku sendiri. Pelan-pelan aku mengambil remote TV dan menyalakannya. Dan bruk!!! Ia menggebrak meja, memang tak begitu keras tapi itu hampir membuat jantungku copot. Apa ia terganggu karna TV nya aku nyalakan. Aku terbujur kaku dalam dudukku dan tak melakukan apa-apa. Hujan keringat telah membanjiri tubuhku.

Sepertinya ia mencoba untuk berdiri. Jika ia berdiri dengan pose manusia tingginya hampir menyentuh langit-langit apartemen. Lalu ia berjalan ke arah dapur dan membuka pintu keluar. Segera ia berbalik dan terdengar sebuah kalimat yang mengagetkanku.

Maaf telah mengganggu, terima kasih atas teh hangatnya dan permisi.

Singa ini gila…

0 komentar:

Posting Komentar