Kamis, 18 Juni 2015

Hal-Hal Yang Terlewatkan

0


Ketika masih di SMA dahulu, aku memiliki guru istimewa. Suaminya tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Kira-kira seminggu setelah kematian suaminya, ia berbagi pengalaman batin dengan murid-muridnya di kelas. Ketika matahari akhir siang menerobos lewat jendela kelas, dan jam pelajaran hampir habis, ia meletakkan beberapa barang ke pinggir meja lalu duduk di atasnya.

Dengan roman muka yang syahdu, ia berdiam sejenak lalu berkata, “Sebelum pelajaran selesai, aku ingin berbagi pandangan dengan kalian. Meski tidak ada hubungan dengan pelajaran, pembicaraan ini sangat penting. Setiap orang dari kita dilahirkan ke bumi untuk belajar, berbagi, mencinta, menghargai, berbakti. Tidak ada seorang pun dari kita mengetahui kapan pengalaman fantastis ini akan berakhir. Nyawa kita dapat setiap waktu melayang. Mungkin, ini adalah cara Tuhan untuk memberitahu bahwa kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya setiap hari yang kita lewatkan.”

Sampai di sini matanya berkaca-kaca, lalu ia melanjutkan, “Oleh karena itu, aku minta pada kalian semua berjanji kepadaku, mulai saat ini, dalam perjalanan kalian ke sekolah, atau dalam pelajaran kalian pulang ke rumah, carilah sesuatu yang dapat dilihat, boleh saja berupa bau-bauan, misalnya bau roti yang sedang dibakar di salah satu rumah yang kau lewati, atau suara tiupan angin sepoi-sepoi di dedaunan, atau cahaya pagi yang menerpa daun yang sedang melayang jatuh ke bumi di musim gugur. Perhatikanlah semua itu, dan syukurilah, meskipun semua itu tampak biasa-biasa saja. Kita harus menjadikan kejadian-kejadian itu sebagai hal-hal penting yang harus diperhatikan, karena semua itu setiap saat dapat dicabut dari kita.”

Suasana kelas menjadi hening. Kami merapikan buku lalu keluar dari kelas tanpa mengeluarkan suara.

Dalam perjalananku pulang siang itu, aku memperhatikan lebih banyak dari yang kulihat selama satu semester. Kadang-kadang aku masih teringat guru itu dan kesan yang ia goreskan di hatiku. Sekarang aku mulai menghargai hal-hal yang dulu aku anggap biasa saja. (Author Unknown) 

0 komentar:

Posting Komentar